Anda mungkin saja sudah bertunangan atau berjanji menikah, tetapi bukan berarti sudah siap menikah.
Karena pencegahan selalu lebih baik daripada menyesal, maka sebelum memasuki lembar baru dalam hidup, kenali tanda-tanda seseorang belum siap untuk menkah:
* Lebih khawatirkan upacara dan resepsi pernikahan ketimbang pernikahannya
Seringnya, orang yang akan menikah memikirkan persiapan dan mengkhawatirkan detail di hari upacara pernikahan ketimbang memikirkan hari-hari yang akan dilewati dan menjalankan pernikahannya. Bila Anda jauh lebih paham soal bunga untuk hari pernikahan ketimbang kondisi keuangan si calon suami, sebainya pikirkan lagi soal kesiapan hati Anda.
* Rasa percaya masih belum utuh
Rasa percaya terhadap pasangan adalah hal yang penting. Namun, memang sulit untuk menaruh rasa percaya kepada seseorang sepenuhnya, karena akan terasa sakit bila mereka berkhianat.
Tetapi tetap saja, bila rasa percaya antara Anda dan pasangan belum utuh, maka ada celah untuk membuat hubungan terombang-ambing di masa depan.
Rasa percaya adalah sebuah bagian dari integritas seseorang. Hubungan yang kuat butuh rasa percaya dari kedua pihak dan keduanya bisa menjaga serta menghormati rasa percaya dari pasangannya.
* Tak bisa membayangkan merawat anaknya
Bila Anda berhubungan dengan seorang single parent, maka anaknya sudah menjadi bagian yang harus diperhitungkan untuk menjadi bagian dari hidup Anda.
Bila tak bisa membayangkan diri untuk merawat anak-anak si dia, saatnya berpikir ulang untuk menikah dengan orang tersebut.
* Belum kencan cukup lama
Poin ini lebih menekankan pada statistik, bukan kualitas. Beberapa penelitian mengatakan, perceraian berkaitan dengan lama kencan sebelum menikah. Bila pasangan berkencan dan menikah dalam 2 tahun sejak pertama berkenalan, maka kemungkinan terjadinya perceraian lebih tinggi ketimbang berkencan sedikit lebih lama. Namun, berkencan lebih dari 5 tahun pun punya dampak negatif pula. Tapi, sekali lagi, ini adalah hasil statistik, bukan harga mati.
* Sudah paham hal-hal vital
Ada beberapa hal vital dalam hubungan yang patut diketahui masing-masing pihak sebelum melangkah ke pelaminan. Hal-hal vital ini penting untuk saling dimengerti. Hal-hal vital tersebut adalah; nilai-nilai diri, tipe kepribadian, dan hal-hal yang tidak bisa dinegosiasikan.
Hal-hal vital ini harus sepaham dan dimengerti masing-masing pihak. Hal-hal itu penting karena merupakan pilar dari hubungan yang sukses, serta cara untuk berkomunikasi serta resolusi konflik. Bila Anda dan pasangan bisa sepaham dalam hal-hal vital tersebut, maka kemungkinan untuk bertukar ide dan mengatasi masalah akan lebih mudah.
* Belum siap berkompromi
Saat keadaan sulit mendera pasutri, maka masing-masing akan bereaksi. Reaksinya hanya ada dua cara; menjadi egois dan memfokuskan diri sendiri atau menjadi orang yang mengutamakan kepentingan pasangannya. Sulit untuk menyelamatkan pernikahan bila kedua pasangan enggan berkompromi.
* Karena tekanan
Bila pernikahan terjadi karena salah satu di bawah tekanan atau ultimatum, maka sebaiknya jangan diteruskan. Seharusnya pernikahan dijalani dengan keinginan sadar kedua pihak dengan hati penuh. Dengan masing-masing saling mencintai dan menghormati.
* Bahasa berbeda
Bukan dalam arti bahasa percakapan, namun bahasa cinta. Dalam bukunya, dr Gary Chapman mengungkap, ada 5 bahasa cinta. Dalam buku 5 Bahasa Cinta itu dituliskan pula, bila pasangan tidak sama dalam mengutarakan dan menerima cinta, maka hubungan itu dalam arah ke kehancuran. Tidak memberi atau sama dalam mengartikan cinta maka masing-masing pihak tidak benar-benar bisa merasakan cinta.
* Tidak tertarik secara seksual
Ia bisa saja menjadi lelaki paling hebat dalam menangani pekerjaan rumah, menjadi pasangan, atau ayah yang hebat, namun, bila Anda tidak pernah benar-benar tertarik secara seksual kepadanya, maka hubungan akan dengan mudahnya remuk.
* Sedang menghadapi masalah adiksi dan kesehatan mental
Satu dari 25 orang memiliki masalah kesehatan mental, seperti kelainan antisosial, sosiopat, psikopat, dan sebagainya. Hal-hal semacam ini perlu dihadapi sebelum memasuki pernikahan. Jiwa yang sehat dibutuhkan untuk menjalani pernikahan dan hubungan yang sehat.
* Bertaruh terlalu banyak
Bersatunya dua manusia dalam pernikahan juga berarti bersatunya keluarga dan teman-temannya. Tekanan sosial adalah hal utama yang menyebabkan perceraian. Jadi, tanyakan pada diri Anda, apa saja yang telah Anda korbankan demi hubungan ini. Bila jawabannya adalah teman-teman atau keluarga, maka pertaruhan Anda terlalu besar. Bila hubungan runyam, maka Anda tak lagi punya orang-orang yang bisa mendukung sisi emosional dan sosial. Lebih baik sehat tanpa pasangan ketimbang sakit karena harus bersama seseorang.
* Masih memikirkan orang lain
Bila Anda tak terlalu tertarik membicarakan pernikahan karena merasa masih ada orang lain yang lebih tepat untuk Anda di luar sana, maka pernikahan bukan hal tepat untuk Anda.
Begitu menikah, Anda seharusnya merasa percaya diri bahwa orang yang ada di pelaminan itu adalah orang terbaik dan tak bisa membayangkan hidup tanpa orang itu seumur hidup.
Karena pencegahan selalu lebih baik daripada menyesal, maka sebelum memasuki lembar baru dalam hidup, kenali tanda-tanda seseorang belum siap untuk menkah:
* Lebih khawatirkan upacara dan resepsi pernikahan ketimbang pernikahannya
Seringnya, orang yang akan menikah memikirkan persiapan dan mengkhawatirkan detail di hari upacara pernikahan ketimbang memikirkan hari-hari yang akan dilewati dan menjalankan pernikahannya. Bila Anda jauh lebih paham soal bunga untuk hari pernikahan ketimbang kondisi keuangan si calon suami, sebainya pikirkan lagi soal kesiapan hati Anda.
* Rasa percaya masih belum utuh
Rasa percaya terhadap pasangan adalah hal yang penting. Namun, memang sulit untuk menaruh rasa percaya kepada seseorang sepenuhnya, karena akan terasa sakit bila mereka berkhianat.
Tetapi tetap saja, bila rasa percaya antara Anda dan pasangan belum utuh, maka ada celah untuk membuat hubungan terombang-ambing di masa depan.
Rasa percaya adalah sebuah bagian dari integritas seseorang. Hubungan yang kuat butuh rasa percaya dari kedua pihak dan keduanya bisa menjaga serta menghormati rasa percaya dari pasangannya.
* Tak bisa membayangkan merawat anaknya
Bila Anda berhubungan dengan seorang single parent, maka anaknya sudah menjadi bagian yang harus diperhitungkan untuk menjadi bagian dari hidup Anda.
Bila tak bisa membayangkan diri untuk merawat anak-anak si dia, saatnya berpikir ulang untuk menikah dengan orang tersebut.
* Belum kencan cukup lama
Poin ini lebih menekankan pada statistik, bukan kualitas. Beberapa penelitian mengatakan, perceraian berkaitan dengan lama kencan sebelum menikah. Bila pasangan berkencan dan menikah dalam 2 tahun sejak pertama berkenalan, maka kemungkinan terjadinya perceraian lebih tinggi ketimbang berkencan sedikit lebih lama. Namun, berkencan lebih dari 5 tahun pun punya dampak negatif pula. Tapi, sekali lagi, ini adalah hasil statistik, bukan harga mati.
* Sudah paham hal-hal vital
Ada beberapa hal vital dalam hubungan yang patut diketahui masing-masing pihak sebelum melangkah ke pelaminan. Hal-hal vital ini penting untuk saling dimengerti. Hal-hal vital tersebut adalah; nilai-nilai diri, tipe kepribadian, dan hal-hal yang tidak bisa dinegosiasikan.
Hal-hal vital ini harus sepaham dan dimengerti masing-masing pihak. Hal-hal itu penting karena merupakan pilar dari hubungan yang sukses, serta cara untuk berkomunikasi serta resolusi konflik. Bila Anda dan pasangan bisa sepaham dalam hal-hal vital tersebut, maka kemungkinan untuk bertukar ide dan mengatasi masalah akan lebih mudah.
* Belum siap berkompromi
Saat keadaan sulit mendera pasutri, maka masing-masing akan bereaksi. Reaksinya hanya ada dua cara; menjadi egois dan memfokuskan diri sendiri atau menjadi orang yang mengutamakan kepentingan pasangannya. Sulit untuk menyelamatkan pernikahan bila kedua pasangan enggan berkompromi.
* Karena tekanan
Bila pernikahan terjadi karena salah satu di bawah tekanan atau ultimatum, maka sebaiknya jangan diteruskan. Seharusnya pernikahan dijalani dengan keinginan sadar kedua pihak dengan hati penuh. Dengan masing-masing saling mencintai dan menghormati.
* Bahasa berbeda
Bukan dalam arti bahasa percakapan, namun bahasa cinta. Dalam bukunya, dr Gary Chapman mengungkap, ada 5 bahasa cinta. Dalam buku 5 Bahasa Cinta itu dituliskan pula, bila pasangan tidak sama dalam mengutarakan dan menerima cinta, maka hubungan itu dalam arah ke kehancuran. Tidak memberi atau sama dalam mengartikan cinta maka masing-masing pihak tidak benar-benar bisa merasakan cinta.
* Tidak tertarik secara seksual
Ia bisa saja menjadi lelaki paling hebat dalam menangani pekerjaan rumah, menjadi pasangan, atau ayah yang hebat, namun, bila Anda tidak pernah benar-benar tertarik secara seksual kepadanya, maka hubungan akan dengan mudahnya remuk.
* Sedang menghadapi masalah adiksi dan kesehatan mental
Satu dari 25 orang memiliki masalah kesehatan mental, seperti kelainan antisosial, sosiopat, psikopat, dan sebagainya. Hal-hal semacam ini perlu dihadapi sebelum memasuki pernikahan. Jiwa yang sehat dibutuhkan untuk menjalani pernikahan dan hubungan yang sehat.
* Bertaruh terlalu banyak
Bersatunya dua manusia dalam pernikahan juga berarti bersatunya keluarga dan teman-temannya. Tekanan sosial adalah hal utama yang menyebabkan perceraian. Jadi, tanyakan pada diri Anda, apa saja yang telah Anda korbankan demi hubungan ini. Bila jawabannya adalah teman-teman atau keluarga, maka pertaruhan Anda terlalu besar. Bila hubungan runyam, maka Anda tak lagi punya orang-orang yang bisa mendukung sisi emosional dan sosial. Lebih baik sehat tanpa pasangan ketimbang sakit karena harus bersama seseorang.
* Masih memikirkan orang lain
Bila Anda tak terlalu tertarik membicarakan pernikahan karena merasa masih ada orang lain yang lebih tepat untuk Anda di luar sana, maka pernikahan bukan hal tepat untuk Anda.
Begitu menikah, Anda seharusnya merasa percaya diri bahwa orang yang ada di pelaminan itu adalah orang terbaik dan tak bisa membayangkan hidup tanpa orang itu seumur hidup.
0 comments:
Posting Komentar